Petak Umpet
Aku ingat sore itu aku sedang
bermain di taman komplek perumahanku. Aku masih kecil saat itu untuk mengetahui
jam berapa sekarang dan kapan aku harus pulang. Aku terus asyik bermain bersama
Sandra dan kakaknya, Nico. Permainan kami sore itu adalah petak umpet.
“Karna kak Nico laki-laki
sendiri, Kak Nico jaga!”, putus Sandra.
“Dasar curang!”, balas Nico
tak mau kalah.
“Ayo kak, cepat hitung.
Sandra dan kak Anjani sembunyi”.
“satu, dua, tiga…”, hitung
Nico mengalah sambil menempelkan lengannya dibatang pohon.
Aku dan Sandra segera berlari
mencari tempat sembunyi. Aku tak tahu Sandra sembunyi dimana. Aku sendiri
memilih sembunyi dibalik mainan perosotan.
Belum selesai Nico
menghitung, ada yang meneriaki namaku.
“Anjani…”, teriak Mama.
Akupun segera berlari
menghampiri Mama. Beliau berkata bahwa aku harus segera pulang dan istirahat,
karna besok pagi kami akan pindah rumah karena Papa mendapat tugas keluar kota.
Aku menuruti perkataan Mama dan segera pulang.
Tapi aku lupa. Sandra masih
bersembunyi. Nico belum menemukan aku ataupun Sandra. Aku lupa. Permainan belum
berakhir.
--:--
Sore itu turun hujan saat aku
pulang kuliah. Untung aku sudah tiba di halte lebih dulu sebelum hujan. Halte
sepi sore itu. Hanya ada aku seorang diri. Tapi tak berlama-lama dalam
kesendirian, aku melihat ada laki-laki yg aku taksir juga seumuran denganku sedang
berlari menerobos hujan menuju halte tempatku menunggu busway.
“Kamu pintar sekali mencari
tempat sembunyi. Aku dan Sandra kewalahan mencarimu”, katanya.
0 komentar